Gempa disebelah Selatan Pantai Pangandaran
Pada tanggal 17 juli 2006 telah terjadi gempa di sebelah selatan pantai Pangandaran.
Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika menyatakan gempa bumi terjadi pada pukul 15.19 berkekuatan 6,8 Skala Richter (SR), dengan pusat gempa tektonik pada kedalaman kurang dari 30 km di titik 9,4 Lintang Selatan, dan 107,2 Bujur Timur.
Pusat gempa di sebelah selatan Pameungpeuk dengan jarak sekitar 150 km, merupakan zona pertemuan dua lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia pada kedalaman kurang dari 30 km.
Ternyata tsunami datang sekitar 45 menit – satu jam setelah gempa utama (main shock).
Terjadinya Tsunami
Yang paling mungkin dapat menimbulkan tsunami adalah : gempa yang terjadi di dasarkan laut, kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km, magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 skala Richter, serta jenis pensesaran gempa tergolong sesar naik atau sesar turun.
Jika bidang patahan tersebut muncul di dasar laut, maka kestabilan air laut terganggu secara vertikal maupun horizontal. Gangguan stabilitas ini kadang terlihat seperti air pasang surut di pantai beberapa saat sebelum tsunami datang. Energi kinetik pergeseran blok tersebut terkonversi/ berubah menjadi energi potensial air laut dalam volume yang sangat besar sebagai sumber tsunami.
Jenis Tsunami Berdasarkan Waktu Terjadinya Setelah Gempa
- Tsunami jarak dekat (lokal); terjadi 0-30 menit setelah gempa.
Jarak pusat gempa ke lokasi ini sejauh 200km. Tanda-tanda sebelum terjadi tsunami adalah getaran kuat dan sering diikuti oleh pasang surut air laut. - Tsunami jarak menengah; terjadi 30 menit -2 jam setelah gempa
Jarak pusat gempa ke lokasi ini sejauh 200 km sampai 1000 km. sistem peralatan mungkin lebih banyak berperan karena getaran tidak terlalu keras. - Tsunami jarak jauh; terjadi lebih dari 2 jam setelah gempa
Jarak lokasi daerah ini dari pusat gempa lebih dari 1000 km, karena itu kecil kemungkinan daerah ini merasakan gempa. Namun masih mungkin terjadi pasang surut sebelum gelombang tsunami datang.
TEKNOLOGI GEODETIK Global Positioning System (GPS)
Alasan pemilihan Teknologi
sejarah kegempaan yang menimbulkan tsunami di Selatan Jawa tidak “terekam†secara alami karena di pesisir selatan Jawa tidak ditemukan koloni terumbu karang. Sebab peristiwa tersebut dapat diketahui lewat kehidupan terumbu karang.
Tujuan survey dengan GPS :
Melihat deformasi yang mengiringi tahapan mekanisme terjadinya Gempa Bumi (coseismic dan postseismic).
Manfaat :
- Dapat melakukan evaluasi nilai potensi energi pasca Bencana Alam gempa bumi, untuk dijadikan input upaya mitigasi dimasa datang.
- Langkah Penelitian Pasca Gempa Pangandaran
- Pengamatan GPS di titik BPN dan titik lainnya
- untuk melihat coseismic dan postseismic
2) Mengukur ketinggian tsunami berdasarkan bukti fisik di lapangan
3) Melakukan wawancara dengan penduduk tentang bagaimana mereka merasakan gempa
Analisis Hasil Penelitian
Dari hasil pengolahan data penelitian, terlihat bahwa kejadian gempa di Pangandaran 2006 yang disertai tsunami memberikan mekanisme deformasi coseismic yang kecil (~2cm),
Catatan tinggi tsunami yang lebih besar dari pemodelan data seismisitas, dan terakhir gempa tidak terasa cukup kuat dan sifat gempa yang dirasakan berupa getaran lambat (slow shaking). Data-data ini selanjutnya akan digunakan untuk membuat model coseismic slip dan model tsunami.
Kesimpulan sementara yang dapat menerangkan gempa diikuti tsunami yang terjadi 17 juli 2006 berdasarkan data-data penelitian di atas yaitu kemungkinan tipe gempanya adalah slow earthquake atau tsunami earthquake.
Slow Earthquake – Tsunami Earthquake
Tsunami earthquake mengambil istilah dari earthquake atau gempa yang menimbulkan tsunami,
sementara slow earthquake mengambil istilah dari sifat karakteristik getaran gempa yang lambat (slow shaking) yang dapat menimbulkan tsunami.
Secara definisi detail bahwa yang dimaksud tsunami earthquake atau slow earthquake yaitu gempa yang cukup kuat (> 6 skala richter) dengan sifat getaran yang lambat (slow shaking) dan terjadi di laut, kemudian menimbulkan tsunami.
Sifat slow shaking ini yang memberikan respon terhadap dinamika air yang lebih besar dari pada fast shaking (getaran yang cepat). Respon besar inilah yang dapat membangkitkan gelombang tsunami.
Getaran yang lambat ini salah satunya dapat disebabkan oleh tebalnya sedimen di sekitar pusat gempa di laut yang memberikan efek lubrikasi ketika gempa terjadi.
Sifat getaran yang lambat ini dapat dicirikan dari rekaman long wavelength seismograf, orang merasakan getaran/goyangan yang lamban, dan perbedaan ketinggian model tsunami dengan data fisis di lapangan.
Add A Comment